ABSTRAK
Dalam produksi film, peristilahan dokumenter seringkali sudah begitu saja (taken for granted) tanpa ada pengamatan lebih lanjut. Hal ini terkadang menyebabkan kegaduhan saat ada yang mempertanyakan perbedaannya dengan dokumentasi, pemberitaan di televisi atau video blogging (vlog). Bagaimanapun, produk-produk tersebut memang memiliki kemiripan dengan film dokumenter. Tulisan ini berusaha memperjelas kepada khalayak agar tidak kebingungan saat harus membedakan dokumenter dengan produk audio-visual di atas. Terkadang pembuat film kebingungan ketika diminta menjelaskan perbedaannya dengan produk audio-visual lainnya. Perbedaan pengertian ini akan diamati dari sudut pandang ilmu bahasa dan keilmuan yang mendasar dalam film terutama film dokumenter serta ilmu komunikasi. Metode penelitian yang akan digunakan dalam pengamatan ini metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Sumber datanya adalah produk-produk audio-visual yang telah disebutkan. Teknik pengumpulan datanya akan didapatkan dari studi kepustakaan dan dokumen. Sedangkan analisis datanya akan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan teori yang digunakan adalah teori film dokumenter, teori jurnalistik televisi dan teori tentang webloging. Walaupun memiliki banyak kemiripan seperti fakta sebagai objek materi dan ideologi sebuah karya, film dokumenter tetap memiliki aspek dasarnya yang tidak dimiliki produk audio visual lainnya.
Kata kunci: dokumenter, dokumentasi, jurnalistik televisi, video blogging
I. PENDAHULUAN
Istilah film dokumenter tidak asing lagi untuk banyak orang. Sejarahnya juga hampir sepanjang film fiksi. Pada akhir abad ke-18, film fiksi sudah diproduksi, terutama oleh perkumpulan fotografer di Inggris yang dikenal dengan Brighton School. Pada awal abad ke-20, mereka sudah membuat film dokumenter. Cricks and Martin Films sudah memproduksi film yang berjudul A Visit to Peek Frean and Co.’s Biscuit Works pada tahun 1906. Setelah itu, Kineto Films pada tahun 1910 juga membuat film dengan bentuk yang sama dengan judul A Day in the Life of a Coal Miner. Kalau disetarakan pada masa sekarang, film tersebut menyerupai company profile film. Film pertama menceritakan proses pembuatan biskuit di sebuah pabrik, sedangkan film yang kedua menggambarkan proses penambangan batubara di Inggris. Keunikan pada film kedua ini adalah bahwa pembuat filmnya sudah menyisipkan perekayasaan adegan. Pada awal film diperlihatkan seorang suami yang akan berangkat kerja dan diantar oleh isteri serta anaknya menuju pintu pagar rumah mereka. Pada akhir film diperlihatkan sebaliknya, ketika suami disambut oleh istri dan anaknya. Permasalahannya adalah bahwa pada masa itu belum ada terminologi untuk bentuk film seperti di atas. Film-film milik Brighton School sendiri sempat menghilang tanpa jejak dan baru ditemukan sekitar 1970-an. Hal ini terungkap pada kongres The International Federation of Film Archives (FIAF) di Brighton pada tahun 1978 (Hermansyah 94).
Terminologi film dokumenter sendiri baru muncul ke permukaan tidak didasarkan kedua film di atas. Dalam wacana film dokumenter, filmfilm karya Robert Flaherty merupakan landasan munculnya terminologi tersebut. Ahli yang memformulasikan peristilahan itu adalah seorang sosiolog bernama John Grierson. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai asisten pegawai di Empire Marketing Board (EMB), yaitu sebuah badan pemerintah untuk mempromosikan perdagangan Inggris. Grierson yang menyebutkan bahwa film dokumenter adalah film yang memperlakukan aktualitas secara kreatif atau creative treatment of actuality (Rabiger & Hermann 20). Ia mengulas film tersebut dan tulisannya dimuat pada tanggal 8 Februari 1926 di harian The New York Sun setelah menonton film Moana karya Robert Flaherty yang dirilis tahun 1926. Terminologi ini ditulis dan disinggung kembali dalam esainya yang berjudul First Principle of Documentary. Esai tersebut kemudian dipublikasikan oleh Cinema Quarterly pada tahun 1932 hingga 1934 (Katz & Nolen 406). Menurut Grierson, cara bercerita Robert Flaherty tidak lagi mendongeng seperti film-film fiksi Hollywood. Misalnya saja dalam film Nanook of the North yang mengikuti kehidupan Nanook dan keluarganya dari Suku Inuit di bagian utara Kanada. Film ini memperlihatkan perjalanan mereka dalam mencari makanan serta berdagang di Semenanjung Ungava di Quebec Utara, Kanada. Mereka diceritakan sebagai orang-orang yang tidak mengenal rasa takut dan bertahan hidup dari alam sekitarnya.
II. PEMBAHASAN
Sampai hari ini film dokumenter melekat pada film-film yang banyak dibuat oleh individu maupun lembaga. Oleh karena itu, sangat sulit untuk menghitung jumlah produksi film dokumenter tiap tahunnya. Lembaga seperti sekolah kejuruan audio-visual, sekolah seni, perusahaan pemerintah dan perusahaan swasta, banyak yang memproduksi film tipe ini. Orang-orang yang membuat filmnya juga tidak bisa dikatakan sedikit. Umumnya mereka membuat film dokumenter pada satu tipe saja yaitu tipe expository documentary. Tipe ini memiliki karakteristik yang khas, yaitu voice over commentary yang dikombinasikan dengan serangkaian gambar. Tujuannya agar film tersebut lebih deskriptif dan informatif serta dapat ditangkap secara langsung oleh penonton, terutama maksud dari adegan per adegannya. Selain itu yang juga menjadi kekhasannya adalah paparan fakta atau argumen yang diilustrasikan oleh gambar dan suara tersebut (Buckland 156).
Ketika muncul tipe film dokumenter lain, banyak orang yang kemudian gagap dalam menangkap kejelasannya. Apakah film yang mereka lihat itu film dokumenter atau bukan. Setidaknya ada dua tipe yang kemudian para pembuat film sendiri kebingungan apakah benar itu film dokumenter atau sekadar dokumentasi menggunakan media film atau video. Dua tipe itu adalah tipe poetic documentary dan observational documentary. Selain itu ada juga tipe performative documentary yang justru mirip dengan film fiksi karena banyaknya rekonstruksi peristiwa untuk menjelaskan dan mengilustrasikan fakta-faktanya. Bahkan film dokumenter tipe ini ada juga yang lebih membingungkan karena wujudnya ada yang berupa film animasi atau film eksperimental.
Selain kebingungan dengan film atau video dokumentasi, ada pula kebingungan para pembuat film ketika film dokumenter dibandingkan dengan jurnalistik televisi yang juga menggunakan kombinasi voice over commentary dan fakta pendukung menggunakan gambar-gambar. Produk terakhir yang kemudian membuat para pembuat film menjadi kebingungan adalah munculnya video blogging yang terlihat seperti tipe participatory documentary atau juga disebut interactive documentary. Dari permasalahan-permasalahan di atas, mungkin banyak orang bisa melihat persamaan yang ada di keempat produk audio-visual tersebut, akan tetapi yang menjadi kegelisahannya adalah bagaimana membedakan keempat produk audio-visual, baik secara paradigmanya maupun wujudnya?
A. Tinjauan Literatur
Berbicara tentang terminologi film sebenarnya juga bukan hal yang mudah. Setidaknya ada tiga pengertian dari film itu sendiri. Pertama, film diartikan sebagai bahan baku selaput tipis berbasis emulsi yang dilapisi asetat yang tepinya terdapat lubang perforasi (Oakey 116). Kedua, film adalah bahan untuk merekam gambar yang bergerak (Singleton 70). Ketiga, film atau gambar bergerak adalah serangkaian gambar fotografis pada film strip yang diproyeksikan secara berurutan dengan cepat ke layar melalui pencahayaan. Karena adanya fenomena optik yang disebut persistence of vision, maka rangkaian gambar tersebut dapat menciptakan ilusi gerak yang aktual, halus, dan berkesinambungan. [1]
Secara terminologi dasar memang film dianggap sebagai benda maupun suatu medium saja. Tetapi pada literatur utama dalam pendidikan film, aspek penceritaan selalu dimasukan di dalam produk film. Ada dua literatur yang digunakan dalam dunia pendidikan film, yaitu Film Art: an Introduction karya David Bordwell dkk., dan Aesthetic of Film karya Jacques Aumont dkk. Dalam kedua buku tersebut sangat jelas dipaparkan bahwa film sebagai bagian seni memiliki dua aspek, yaitu cerita dan teknik untuk mewujudkan cerita tersebut. Penelitian ini akan lebih memfokuskan pada buku Film Art: An Introduction, karena penulis menganggap lebih sistematis dalam paparannya. David Bordwell dan kawan-kawannya membagi dua estetika film, yaitu bentuk film (film form) dan gaya film (film style).
Bentuk film berhubungan dengan cerita dan penceritaan. Hal-hal yang berhubungan dengan teknik-teknik untuk mewujudkan disebutnya sebagai gaya film (film style). Hal ini juga diperkuat oleh James Monaco yang menyatakan bahwa film juga memiliki isi (content), sehingga sangat mungkin terdapat aspek politik di dalamnya. Ia memandang bahwa pemilihan pendekatan dan penggayaan tertentu dari pembuat film pada dasarnya bersifat politis dan mencoba merangkul keterhubungan antara pembuat film, objek film, media film dan penontonnya (Monaco, 261). Setidaknya, aspek politik yang disinggung oleh Monaco akan diawali di dalam cerita sebelum menjadi bagian dari teknik film. Oleh karena itu bila coba diformulasikan definisinya, maka film adalah medium berwujud selaput tipis yang digunakan untuk merekam gambar yang di dalamnya menceritakan hal-hal tertentu untuk menyampaikan pesan tertentu dari pembuatnya.
Produk-produk audio-visual lainnya yang memiliki kemiripan dengan film dokumenter adalah dokumentasi, jurnalistik televisi dan video blogging (vlog). Mencari literatur yang mendefinisikan dokumentasi bukanlah hal yang mudah. Setidaknya terdapat pada kamuskamus bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa dokumentasi adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan. Bisa juga diartikan sebagai pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan, seperti gambar dan kutipan.[2] Dokumentasi dalam Merriam-Webster adalah dokumen, catatan, dan lain-lain yang digunakan untuk membuktikan sesuatu atau membuat sesuatu menjadi resmi.[3] Pada kamus Oxford Learner’s Dictionary, dokumentasi adalah dokumen yang diperlukan untuk sesuatu, atau yang memberikan bukti atau bukti sesuatu. Selain itu, juga bisa dimaknai sebagai instruksi tertulis untuk menggunakan suatu produk, terutama program atau peralatan komputer.[4]
Dalam terjemahan bebas, film dokumentasi adalah perekaman menggunakan teknologi film yang di dalamnya terkandung data, informasi atau dokumen. Hal-hal tersebut nantinya diperlukan sebagai catatan atau bukti dengan tujuan tertentu. Tujuan penggunaan film dokumentasi memang bermacam-macam, namun secara teknis posisi kamera hanya sebagai alat perekam saja dan tidak lebih.
Terminologi jurnalistik televisi setidaknya mengacu pada ilmu jurnalistik dan teknologi televisi. Jurnalistik sendiri dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah journalism. Tim P. Vos menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan seperangkat keyakinan, bentuk, dan praktik yang terlibat dalam pembuatan dan distribusi berita dan diskusi yang signifikan secara sosial (Vos 9). Ia juga melanjutkan bahwa hal tersebut juga bisa menjadi bisnis atau praktik yang secara teratur memproduksi dan menyebarkan informasi penting tentang hal-hal terkini (aktual) dan menjadi kepentingan publik (Vos 3). Secara tradisional, jurnalistik bisa dikatakan sebagai pekerjaan untuk secara teratur terlibat dalam pengumpulan, pemrosesan, dan penyebaran berita dan informasi untuk melayani kepentingan publik (Burns & Matthews 43).
Encyclopedia Britannica memberikan definisi tentang jurnalisme, yaitu pengumpulan, persiapan, dan distribusi berita dan komentar terkait serta materi fitur melalui media cetak dan elektronik seperti surat kabar, majalah, buku, blog, webcast, podcast, situs jejaring sosial dan media sosial, dan email serta melalui radio, film, dan televisi.[5]
Kata televisi memiliki beberapa pengertian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, televisi adalah pesawat penerima gambar siaran televisi. Selain itu, bisa juga diartikan sebagai sistem penyiaran gambar yang disertai suara melalui kabel atau melalui udara / angkasa dengan menggunakan alat. Perangkat tersebut dapat mengubah cahaya dan suara menjadi gelombang listrik serta mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan didengar.[6]
Televisi di dalam Merriam-Webster memiliki lima pengertian, yaitu perangkat penerima televisi; industri penyiaran televisi; televisi sebagai media komunikasi; program yang didistribusikan melalui Internet yang dirancang untuk dilihat dalam format yang sama dengan siaran televisi; dan yang terakhir adalah sistem elektronik yang berfungsi untuk mentransmisikan gambar dan suara dari objek diam atau bergerak secara bersama-sama menggunakan kabel atau udara. Peralatan tersebut dapat mengubah cahaya dan suara menjadi gelombang listrik, lalu mengubahnya kembali menjadi cahaya yang dapat dilihat dan suara yang dapat didengar.[7]
Sedangkan dalam Oxford Learner’s Dictionary, televisi dimaknai sebagai program yang disiarkan di televisi; sistem, proses, atau bisnis penyiaran program televisi; dan juga dapat diartikan sebagai peralatan elektronik yang memiliki layar dan seseorang dapat menonton program dengan gambar bergerak dan suara.[8]
Bila digabungkan dari dua pengertian di atas bisa diambil kesimpulan bahwa jurnalistik televisi adalah adalah pengumpulan, persiapan, dan distribusi program berita dan informasi yang disiarkan (broadcast) melalui stasiun televisi. Tentu saja berita tersebut secara teratur diproduksi dan disebarkan serta menjadi kepentingan publik. Masyarakat yang ingin mengakses berita atau informasi tersebut dapat menggunakan pesawat televisi.
Terminologi terakhir adalah video blogging atau terkadang ada yang menyebut sebagai video podcasts. Terminologi ini berasal dari dua peristilahan, yaitu kata video dan web-blogging. Pada masa lalu, kata video sering dikaitkan dengan videotape dan televisi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, video adalah rekaman gambar hidup atau program televisi untuk ditayangkan melalui pesawat televisi.[9] Dalam Merriam-Webster video adalah rekaman film atau program televisi yang diputar melalui pesawat televisi. Bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dan digunakan dalam sistem transmisi atau penerimaan gambar televisi.[10] Sedangkan dalam Oxford Learner’s Dictionary, video adalah sistem perekaman gambar bergerak dan suara, baik menggunakan metode penyimpanan data digital atau (dulu) menggunakan kaset video. Selain itu, video juga diartikan sebagai film berdurasi pendek atau rekaman suatu peristiwa yang dibuat menggunakan teknologi digital dan dapat dilihat di komputer, terutama melalui jaringan internet.[11]
Terminologi blog atau weblog adalah sebuah website dengan urutan waktu yang disajikan secara kronologis tetapi terbalik serta diunggah di internet. Tindakan memelihara dan mengunggah blog ini disebut blogging. Blog biasanya menjadi tempat berbagi pengetahuan dan pandangan serta menyatukan orang-orang yang sepemikiran. Pada masa sekarang ini, banyak orang yang suka menulis. Oleh karena itu, terdapat beragam blog dengan tujuan yang berbeda. Perbedaan tidak hanya dalam perihal konten, tetapi juga cara penyampaian dan penulisan konten kepada para pembacanya.12 Web-blogging sendiri sering disebut sebagai online personal diary atau berarti tindakan seseorang yang mencatat cerita, pengalaman, saran, atau hal-hal lainnya melalui konten di website miliknya (Birley 4).
Dengan memadukan pengertian kedua pengertian di atas, maka video-blogging atau vlog bisa diartikan sebagai perekaman cerita, pengalaman, saran, atau hal-hal lainnya menggunakan perangkat khusus yang dalam hal ini adalah kamera video. Menurut Aghnia Dian Lestari video yang dikategorikan sebagai vlog berbentuk monolog yang direkam menggunakan kamera didukung dengan teknik penyuntingan sederhana. Para vlogger dapat membicarakan berbagai pandangan pribadinya terkait politik, sosial-budaya, hingga beragam hal remeh yang terjadi dalam kesehariannya (2021).
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang sumber datanya adalah produk-produk audiovisual, yaitu film dokumenter, video dokumentasi, jurnalistik televisi dan video blogging. Untuk teknik pengumpulan datanya akan menggunakan studi kepustakaan dan studi dokumen. Semua data sebisa mungkin dikumpulkan melalui peninjauan literatur-literatur yang ada di masa sekarang. Akan tetapi, film bukanlah bidang yang memiliki banyak literatur dasar seperti bidang seni lainnya. Sangatlah sulit untuk bisa mendapatkan literatur film baru yang mengulas peristilahan dasar. Kamus dan ensiklopedia film kebanyakan merupakan terbitan lama dan hampir tidak ada yang baru. Oleh karena itu, penulis lebih memanfaatkan kamus dan ensiklopedia daring supaya bisa mendapatkan terminologi-terminologi dasar. Jurnal-jurnal film pun lebih mengulas hal-hal terkini dibanding mengulas hal-hal yang mendasar. Oleh karena itu, dengan sangat terpaksa beberapa literatur lama juga digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk analisis datanya, penulis akan menggunakan teknik analisis kualitatif. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan aspek-aspek persamaan dan perbedaan yang ada di dalam keempat produk audio-visual di atas. Sedangkan teori yang digunakan untuk adalah teori analisis wacana, terutama menggunakan fungsi untuk membongkar maksud-maksud dan maknamakna tertentu (Eriyanto 5).
C. Hasil dan Diskusi
a. Persamaan
Bila dilihat sebagai produk audio-visual, keempat hal di atas jelas memiliki persamaan. Setidaknya terdapat dua persamaan yang utama, yaitu penggunaan teknologi untuk merekam dan atribut pada objek perekamannya. Persamaan yang pertama adalah teknologi untuk merekam peristiwanya. Sebelum adanya teknologi video, alat yang digunakan untuk merekam adalah kamera film. Oleh karena itu, dokumentasi yang menggunakan film sering disebut film dokumentasi. Pada bidang jurnalistik, berita yang direkam menggunakan kamera film disebut newsreel dan bukan film news. Kata reel merujuk pada gulungan film yang secara fisik sering disebut dengan film reel. Wujud newsreel sangat mirip dengan film dokumenter yang menggunakan narasi atau voice-over commentary. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai short documentary film, karena durasinya yang pendek serta penggunaan rangkaian gambar yang informasinya lebih ditekankan pada narasinya. Pada masa itu belum ada reporter yang membawakan berita. Karena durasinya yang pendek, biasanya newsreel diputar di bioskop sebelum pertunjukan feature film dimulai.
Setelah muncul teknologi video, banyak orang yang membubuhi produk-produk audio visual itu dengan nama depan video. Misalnya, video dokumentasi, video corporate, video tutorial, video art dan sebagainya. Video corporate sebenarnya tidak lebih dari film dokumenter berjenis company profile. Video tutorial merupakan bagian dari jenis instructional documentary. Bahkan video art yang juga tidak lebih dari film eksperimental. Oleh karena itu, huruf “V” pada kata vlog merupakan singkatan dari kata video blogging.
Dalam bidang jurnalistik televisi, karena teknologi di perekaman dan penyiarannya menggunakan teknologi video, maka berita tersebut dikenal dengan istilah berita televisi (television news). Terutama untuk membedakan dengan berita dari media cetak. Pada masa sekarang ini, baik dokumentasi, berita, video blogging, dan dokumenter menggunakan media rekam yang sama yaitu video digital. Persamaan kedua adalah atribut pada objek atau peristiwa yang direkam. Objek atau peristiwa yang direkam harus faktual dan aktual. Kata faktual sendiri berarti nyata. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, faktual adalah sesuatu yang berdasarkan kenyataan atau mengandung kebenaran.[13] Dalam Oxford Learner’s Dictionaries, faktual adalah sesuatu yang berdasarkan atau mengandung fakta.[14] Pada kamus daring Merriam- Webster, faktual adalah sesuatu yang berkaitan dengan fakta. Bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang terbatas pada atau berdasarkan fakta.[15]
Kata aktual menurut Oxford Learner’s Dictionaries adalah sesuatu yang digunakan untuk menekankan hal yang nyata atau ada dalam kenyataan. Selain itu, bisa juga digunakan untuk menekankan bagian terpenting dari sesuatu.16 Dalam kamus daring Merriam-Webster, kata aktual memiliki beberapa pengertian, yaitu sesuatu yang ada dalam kenyataan; sesuatu yang jelas atau tidak salah; sesuatu yang digunakan untuk penekanan; atau sesuatu yang ada atau terjadi pada saat itu.[17] Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertiannya mirip dengan kamus Merriam-Webster, kata aktual berarti sesuatu yang betul-betul ada atau terjadi; sesuatu yang sedang menjadi pembicaraan orang banyak, misalnya tentang peristiwa; dan yang terakhir adalah sesuatu yang baru saja terjadi.[18]
Bila dilihat dari paparan di atas, sesuatu yang aktual akan selalu berhubungan dengan sesuatu yang faktual. Tentu saja film dokumenter sudah sesuai dengan formulasi terminologi yang dikemukakan oleh John Grierson, yaitu creative treatment of actuality. Warren Buckland menambahkan tiga persyaratan sebuah film dapat disebut sebagai dokumenter. Pertama, peristiwanya tidak direkayasa dan dapat memberi sesuatu lebih dari apa yang direkam. Hal ini lebih merujuk pada keotentikan peristiwanya. Kedua, film dokumenter secara konvensional dipahami sebagai film non-fiksi, di mana segala hal yang digambarkan di dalamnya adalah nyata dan bukan imajiner. Ketiga, pembuat film dokumenter sering diasumsikan hanya mengamati dan merekam secara obyektif peristiwa–peristiwa nyata dan sedang terjadi (Buckland 154).
b. Perbedaan
- Film dokumentasi
Bila dilihat perbedaannya, maka dari definisinya film dokumentasi lebih merujuk pada suatu proses perekaman peristiwa yang faktual yang berfungsi sebagai media penyimpanan informasi tertentu. Masalah penggunaan nantinya, sudah tidak lagi menjadi bahasan dalam penelitian ini. Contoh dari film dokumentasi atau video dokumentasi ada banyak, baik untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok. Misalnya adalah film dokumentasi pernikahan, ulang tahun, kegiatan perusahaan¸ dan lain sebagainya.
- Video-blogging
Sedangkan video-blogging (vlog) sudah jelas merupakan online personal diary. Artinya vlog merupakan catatan pribadi seseorang yang berwujud audio-visual. Tidak ada kekhususan dalam bentuknya, karena bisa membahas banyak hal. Beberapa contohnya adalah review seperti yang dilakukan oleh Justinus Lhaksana, Ronny Pangemanan atau Binder Singh yang mengulas segala hal tentang dunia sepakbola. Ada pula yang bentuknya memberi pengajaran atau tutorial, misalnya tutorial cara menggunakan melakukan rias wajah, seperti yang dilakukan oleh Tasya Farasya, Nanda Arsyinta dan Rachel Goddard. Selain itu, ada yang berwujud obrolan atau video podcasts, seperti channel YouTube dari Deddy Corbuzier, Vincent Rompies dan Deddy Mahendra Desta (Vindes), dan Denny Sumargo (Curhat Bang Denny). Bahkan ada pula yang memberi laporan pandangan mata saat berjalanjalan di suatu tempat dan hanya memperlihatkan pemandangan saja. Suaranya terkadang hanya menggunakan musik, tetapi banyak pula yang memberikan dialog atau voice-over commentary. Vlog seperti ini biasanya akan membubuhi tulisan di gambar videonya dengan keteranganketerangan yang dibutuhkan pemirsanya. Pada akhirnya, banyak dari vlog tersebut tidak jauh berbeda dengan jurnalistik televisi, namun channel-nya dimiliki secara pribadi. Contoh dari vlog seperti ini terdapat di YouTube pada channel Backpacker Tampan, Nick K, The Lost Boys, Brett Conti dan Flosavanah.
- Jurnalistik televisi
Awalnya jurnalisme diterapkan pada laporan (reportase) peristiwa terkini saat masih dalam bentuk media cetak, khususnya surat kabar. Kemunculan radio, televisi, dan yang terakhir adalah internet, maka penggunaan istilah tersebut diperluas dan mencakup perangkat komunikasi cetak dan elektronik. Reportasenya tetap berhubungan dengan peristiwa atau isu yang faktual dan aktual. Artinya jurnalistik televisi adalah praktik yang secara teratur memproduksi dan menyebarkan informasi penting tentang hal-hal yang aktual dan faktual serta menjadi kepentingan publik. Setelah itu, hasilnya kemudian disiarkan melalui stasiun televisi. Adanya kepentingan publik sebagai salah satu tujuannya, maka membuat jurnalistik televisi memiliki ideologi yang tersemat di dalamnya. Ideologi yang diusung sudah seharusnya berkaitan dan berpihak pada kepentingan masyarakat umum. Jurnalistik televisi di Indonesia banyak diproduksi oleh stasiun televisi RCTI, MNCTV, Global TV, Metro TV, NET-TV, TV-One, ANTV, dan sebagainya. Terkadang, stasiun-stasiun televisi tersebut memproduksi berita dengan durasi yang panjang dan lebih mendalam dibandingkan dengan berita dalam wujud liputan. Misalnya saja, Metro TV memiliki program yang disebut Metro Inside; SCTV pernah mempunyai program dengan judul Sigi 30 Menit; dan Trans TV juga memiliki program dengan judul Reportase Investigasi.
- Film dokumenter
Sesuai dengan pembahasan dalam buku Film Art : An Introduction, sebuah film harus memiliki bentuk yaitu cerita (naratif). Oleh karena itu perbedaan yang paling jelas dengan film dokumentasi, video blogging dan jurnalistik televisi adalah masalah naratif ini. Masih dalam buku yang sama, ada konsekuensi ketika ada cerita yaitu hal-hal yang terkandung di dalamnya. Hal-hal tersebut adalah plot (alur), subjek, konsep ruang, konsep waktu dan struktur dramatik. Halhal tersebut jelas tidak menjadi persyaratan di dalam ketiga produk audio visual lainnya. Akan tetapi, pada film dokumenter persyaratan itu menjadi wajib.
Pertama, plot atau alur yang merupakan peristiwa atau bagian dari peristiwa yang dipilih oleh pembuat film. Artinya dalam satu cerita tertentu, tidak semua peristiwanya bisa dipilih dan disajikan kepada penonton. Peristiwa-peristiwa tersebut nantinya diolah sedemikian rupa sehingga memiliki keterhubungan satu sama lain. Dalam film fiksi, keterhubungannya berupa hubungan sebab dan akibat atau kausalitas. Sedangkan dalam film dokumenter, keterhubungannya tidak hanya kausalitas, tetapi bisa jadi menggunakan aspek lain seperti ruang, waktu, dan subjek. Plot inilah yang memandu penonton dalam mengikuti cerita di dalam film. Setelah olahannya lengkap, kemudian baru bisa dilanjutkan untuk dibuat skenarionya.
Kedua, subjek dalam dokumenter bisa berupa manusia ataupun bukan manusia, seperti hewan, tumbuhan dan bahkan pemikiran. Banyak sekali film-film dokumenter yang mengetengahkan tentang manusia dan kehidupannya. Misalnya film Honeyland karya Tamara Kotevska dan Ljubo Stefanov. Film yang dirilis tahun 2019 ini bercerita tentang ibu tua yang berprofesi sebagai pencari madu. Ia tinggal di dataran tinggi Makedonia Utara. Sedangkan film dokumenter yang tidak membahas tentang manusia adalah The Fog of War karya Errol Morris yang dirilis tahun 2003. Film ini membahas tentang pemikiran Robert McNamara yang merupakan mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat dan dianggap sebagai arsitek Perang Vietnam. Pemikiran tersebut berupa sebelas strategi perang.
Ketiga, konsep ruang yang merangkum ruang yang hanya terlihat di layar (screen space); ruang yang terasa di dalam plot (plot space); dan ruang cerita (story space) atau ruang besar tempat peristiwa itu berlangsung. Contoh konsep ruang ini adalah pada film Night and Fog (1956) karya Alain Resnais, di mana story space-nya terjadi di Polandia, lalu plot space-nya di wilayah kamp konsentrasi NAZI di kota Auschwitz dan kota Lublin. Sedangkan screen space-nya berupa ruang-ruang di dalam dan di luar kamp konsentrasi tersebut.
Keempat, konsep waktu yang terdiri dari urutan, durasi dan frekuensi. Urutan waktu (temporal order) di dalam film dapat berwujud kronologis dan linear atau juga bisa berwujud non-linear dan tidak kronologis. Untuk durasi waktu (temporal duration), setidaknya ada tiga macam durasi di dalam film, yaitu screen duration atau masa putar suatu film; plot duration adalah akumulasi durasi dari peristiwa-peristiwa yang diperlihatkan dan diperdengarkan di dalam film; dan story duration atau rentang waktu peristiwa tersebut terjadi. Sedangkan frekuensi waktu (temporal frequency) sendiri di dalam film diartikan sebagai pengulangan waktu yang secara fisik bisa dilihat dan dirasakan oleh penonton. Contoh temporal frekuensi adalah di dalam film The Thin Blue Line karya Errol Morris. Pembuat filmnya mengulang berkali-kali peristiwa penembakan seorang polisi oleh seorang pemabuk.
Kelima, struktur dramatik akan selalu ada di dalam sebuah cerita. Tangga dramatik dalam suatu film bisa datar atau turun-naik seperti roller coaster. Oleh karena itu struktur dramatik di dalam cerita film dokumenter sudah seharusnya menjadi salah satu yang diperhatikan. Karena hal ini pula yang menjadi pembeda dengan ketiga produk audio-visual lainnya. Struktur dramatik ini adalah aspek yang memungkinkan peristiwa-peristiwa di dalam sebuah film bisa dipindah-pindah seperti puzzle. Bagaimanapun, pembuat film tidak hanya ingin pesannya tersampaikan, tetapi juga menarik untuk ditonton.
D. Analisis
Bila dilihat persamaannya, baik film dokumenter, film dokumentasi, jurnalistik televisi dan videoblogging adalah pada dua aspek, yaitu alat perekamnya dan atribut objeknya atau peristiwa yang direkam. Peristiwa yang direkam harusnya faktual dan aktual sebagai atribut objeknya. Artinya objek atau peristiwanya harus nyata dan isunya masih diperbincangkan pada saat ini. Persamaan lainnya adalah alat untuk merekamnya, yaitu kamera. Baik itu kamera film atau kamera video analog pada masa lalu, maupun kamera video digital pada masa sekarang.
Untuk perbedaannya, film dokumentasi atau video dokumentasi hanya sekadar merekam peristiwa atau objek yang faktual dan aktual dan tidak lebih. Tujuan penggunaannya hanya sebagai arsip pribadi atau kelompok. Video-blogging memang merekam objek atau peristiwa secara langsung, tetapi wujud dan temanya bisa sangat acak. Para vlogger sangat mungkin membuat karyanya dengan gaya dan isu yang sama pada setiap episodenya, tetapi bisa juga membuatnya dengan gaya dan isu yang berbeda-beda. Pada akhirnya, wujud video blogging ini sangat beragam dan saat diperhatikan ada yang berupa video tutorial, video podcasts, video liputan dan sebagainya. Artinya dalam video-blogging masih belum ada kaidah yang pasti dan beberapa di antaranya lebih mirip dengan jurnalistik televisi.
Jurnalistik televisi pastinya sudah lebih jelas karena ada keterkaitan dengan ideologi yang berkaitan dengan publik. Inti dari jurnalistik televisi adalah liputan dan laporan peristiwa atau isu terkini kepada khalayak umum. Persamaannya dengan dokumenter ada dua, yaitu adanya ideologi dan penggunaan narasi. Pada penyajiannya, jurnalistik televisi dan tipe expository documentary memiliki kesamaan, yaitu menggunakan material rangkaian gambar bergerak atau diam yang dipadukan dengan narasi dalam wujud voiceover commentary. Sedangkan pada ideologinya mungkin tidak sama, tetapi film dokumenter pasti memiliki ideologi tertentu. Terutama saat memilih subjek dan isu yang ingin diangkat.
Pada film dokumenter, cerita atau naratif adalah aspek yang membedakannya dengan ketiga produk audio visual lainnya. Kalau hanya story telling, maka jurnalistik televisi dan video blogging juga bisa melakukan klaim bahwa keduanya juga menggunakan. Sedangkan naratif memiliki konsekuensi lain, yaitu komponen dalam penceritaannya. Komponen-komponen tersebut adalah subjek, konsep ruang, konsep waktu, struktur dramatik, dan juga plot atau alur yang di dalamnya terdapat keterhubungan antar peristiwa, di mana penonton dapat dengan mudah mengikuti cerita filmnya.
III. KESIMPULAN
Hal-hal yang dapat disimpulkan dari tulisan ini sangatlah sederhana, karena hanya mengulas persamaan serta perbedaan wacana. Selama ini, hal-hal mendasar tentang definisi dan pengertian dari suatu subjek pengetahuan sangat jarang dibahas. Film dokumenter akan dibandingkan dengan tiga produk audio-visual lain, yaitu film dokumentasi, jurnalistik televisi, dan video blogging. Persamaan dari keempat produk audio-visual tersebut ada dua, yaitu penggunaan alat perekam (kamera) dan atribut objek atau peristiwa yang direkamnya (peristiwa yang faktual dan aktual).
Perbedaannya adalah bahwa film dokumentasi atau video dokumentasi hanya sekadar merekam peristiwa atau objek yang faktual dan aktual. Video blogging juga merekam peristiwa secara langsung, tetapi bentuknya bisa sangat beragam, karena belum ada kaidah tetap dan pasti dalam keilmuannya. Oleh karena itu, wujudnya ada yang hanya berupa obrolan (video podcasts), ulasan, tutorial, atau bahkan liputan. Subjek yang menyampaikan bisa individu, kelompok atau juga organisasi tertentu, baik organisasi non-profit ataupun perusahaan.
Jurnalistik televisi memiliki ideologi yang berkaitan dengan publik dan intinya adalah liputan dan laporan peristiwa atau isu terkini yang ditujukan untuk khalayak umum sebagai audiens. Memang ada persamaan lain dengan dokumenter selain persamaan di atas. Persamaan tersebut adalah adanya ideologi serta penggunaan narasi (voice-over commentary). Kesamaan ideologi yang dimaksud di sini adalah bahwa pada film dokumenter dan jurnalistik televisi mengusung ideologi tertentu yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Terutama saat memilih subjek dan isu yang ingin diangkat di dalam karya tersebut. Secara wujud, jurnalistik televisi memiliki kesamaan dengan tipe expository documentary. Kesamaan itu adalah penggunaan material rangkaian gambar bergerak atau diam yang dipadukan dengan narasi.
Film dokumenter memiliki persyaratan tersendiri yang memberi batas yang tegas ketiga produk audio visual lainnya, yaitu cerita atau naratif. Jika hanya aspek story telling, maka video blogging atau berita di televisi bisa mengklaim juga menggunakannya. Aspek naratif dalam sebuah film, termasuk film dokumenter memiliki konsekuensi tersendiri, yaitu komponen-komponen dalam penceritaannya yang termasuk di dalamnya plot, struktur dramatik dan subjek.
IV. DAFTAR PUSTAKA
“Actual”. Merriam-Webster, (n.d.), https:/ www.merriam-webster.com/dictionary actual. Retrieved January 30, 2020.
“Actual”. Oxford Learner’s Dictionary, (n.d), https://www.oxfordlearnersdictionaries com/ definition/english/actual?q=actual. Retrieved Januari 30, 2022.
“Aktual”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (n.d.), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri aktual. Retrieved Januari 30, 2022.
Birley, Shane. The Vlogger’s Handbook: Love it! Live it! Vlog it! London (LDN): QEB Publishing, 2019.
Buckland, Warren. Film Studies. London: Teach Yourself Publishers, 2015.
Burns, Lynette Sheridan & Matthews, Benjamin J. Understanding Journalism. London (LDN): SAGE Publication, Ltd., 2018.
“Documentation”. Oxford Learner’s Dictionary, 2022, https://www oxfordlearnersdictionaries com/definition/english documentation?q=documentation. Retrieved Januari 30, 2022.
“Dokumentasi”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (n.d.), https://kbbi.kemdikbud.go.id entri/dokumentasi. Retrieved Januari 30, 2022.
“Documentation”. Merriam-Webster, (n.d.), https://www.merriam-webster.com dictionary/documentation. Retrieved January 30, 2022.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta (YO): Lkis, 2006.
“Factual”. Merriam-Webster. (n.d.), https:/ www.merriam-webster.com/dictionary factual. Retrieved January 30, 2020.
“Factual”. Oxford Learner’s Dictionary. (n.d.), https://www.oxfordlearnersdictionaries com/ definition/english factual?q=factual. Retrieved Januari 30, 2022.
“Faktual”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (n.d.), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri faktual. Retrieved Januari 30, 2022.
Hermansyah, Kusen Dony. “Kesalahan Pemikiran tentang Riset dalam Pembuatan Film Dokumenter.” Imaji, ed.10, no. 2, 2018, pp. 93-102.
“Journalism”. Encyclopaedia Britannica, 2020, https://www.britannica.com/topic journalism. Retrieved Januari 30, 2022.
Katz, Ephraim & Nolen, Ronald Dean. The Film Encyclopedia: The Complete Guide to Film and the Film Industry. (7th Ed.). New York: Harper Collins Publishers, 2012.
Lestari, Aghnia Dian. “Video Blogging (Vlogging) Sebagai Bentuk Presentasi Diri.” Jurnal Signal, vol. 7, no. 1, 2019, pp. 39-40.
Monaco, James. How to Read a Film: Movies, Media, Multimedia. Oxford: Oxford University Press, Inc., 2000, pp. 261-283.
Oakey, Virginia. Dictionary of Film and Television Terms. New York: Barnes & Noble, 1983.
Rabiger, Michael & Hermann, Courtney. Directing the Documentary. Burlington, VT: Focal Press, 2020.
Sharmaa, Anupam Kumar., Jaina, Rishabh., Kumara, Diwakar., Teckchandania., Anurag., Jain, Vaibhav. “Implementation of Reward-based Methodology in Web Blogging Environment”. Global Transitions Proceedings, vol. 2, no. 2, 2021, pp. 579-583.
Singleton. Ralph. Filmmaker’s Dictionary. Los Angeles, CA: Lone Eagle Publishing Co., 1990.
Stephenson, R., Sklar, Robert., Murphy, Arthur D., Manvell, Roger., and Andrew, Dudley. Encyclopedia Britannica (19 Nov. 2020). Available: https://www.britannica com/art/ motion-picture
“Televisi”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (n.d.), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri televisi. Retrieved Januari 30, 2022.
“Television”. Merriam-Webster, (n.d.), https:/ www.merriam-webster.com/dictionary television . Retrieved January 30, 2020.
“Television”. Oxford Learner’s Dictionary, (n.d.), https://www.oxfordlearners dictionaries com/definition/english television?q=television. Retrieved Januari 30, 2022.
“Video”. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (n.d.), https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri video. Retrieved Januari 30, 2022.
“Video”. Merriam-Webster, (n.d.), https:/ www.merriam-webster.com/dictionary video. Retrieved January 30, 2020.
“Video”. Oxford Learner’s Dictionary, (n.d.), https://www.oxfordlearnersdictionaries
com/ definition/english video_1?q=video. Retrieved Januari 30, 2022, from https://www
oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/video_1?q=video
Vos. Tim P. Journalism. Berlin (BE): De Gruyter, 2018.
----
Footnote:
1. R. Stephenson, Robert Sklar, Arthur D. Murphy, Roger Manvell, and Dudley Andrew. Encyclopedia Britannica (2020): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.britannica.com/art/motion-picture.
2. KBBI. Kemdikbud.go.id (2016): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/dokumentasi
3. Merriam-Webster.com (2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.merriam- webster.com/dictionary/documentation
4. Oxfordlearnersdictionaries.com (Oxford University Press, 2022): online, Internet, 30 Jan. 2022 Available: https:// www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/ documentation?q=documentation
5. Journalism.Britannica.com (2020): online, Internet, 30 Jan. 2022. 2022. Available: https://www.britannica.com/topic/ journalism
6. KBBI. Kemdikbud.go.id (2016): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/televisi
7. Merriam-Webster.com (2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.merriam-webster.com/dictionary/television
8. Oxfordlearnersdictionaries.com (Oxford University Press, 2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.oxfordlearners dictionaries.com/definition/english/ television?q=television
9. KBBI. Kemdikbud.go.id (2016): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/video
10. Merriam-Webster.com (2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.merriam- webster.com/ dictionary/video
11. Oxfordlearnersdictionaries.com (Oxford University Press, 2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/ video_1?q=video
12. Anupam Kumar Sharmaa, Rishabh Jaina, Diwakar Kumara, Anurag Teckchandania, Vaibhav Jain. Implementation of Reward-based Methodology in Web Blogging Environment (2021): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: http://www.cac. psu.edu/jbe/twocont.html.
13. KBBI. Kemdikbud.go.id (2016): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://kbbi.kemdikbud.go.id/ entri/faktual
14. Oxfordlearnersdictionaries.com (Oxford University Press, 2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/ english/factual?q=factual
15. Merriam-Webster.com (2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.merriam-webster.com/dictionary/factual
16. Oxfordlearnersdictionaries.com (Oxford University Press, 2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/definition/english/ actual?q=actual
17. Merriam-Webster.com (2022): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://www.merriam-webster.com/dictionary/actual
18. KBBI.Kemdikbud.go.id (2016): online, Internet, 30 Jan. 2022. Available: https://kbbi.kemdikbud.go.id/ entri/aktual
Catatan :
Tulisan ini dimuat dalam Jurnal Imaji Volume 13 Nomor 1 pada halaman 57-68. Diterbitkan pada bulan Maret 2022 oleh Fakultas Film dan Televisi – Insitut Kesenian Jakarta.
ISSN 1907-3097
https://imaji.ikj.ac.id/index.php/IMAJI/issue/view/10
Comments